Enzim adalah biomolekul yang berfungsi
sebagai katalis (senyawa
yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia.[1][2] Hampir semua enzim
merupakan protein. Pada
reaksi yang dikatalisasi oleh enzim, molekul awal reaksi disebut sebagai substrat, dan enzim mengubah
molekul tersebut menjadi molekul-molekul yang berbeda, disebut produk. Hampir
semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan cukup
cepat.
Enzim
bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat
proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi
pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi.
Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya
dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim
yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim α-amilase hanya dapat digunakan
pada proses perombakan pati
menjadi glukosa.
Hal-ihwal
yang berkaitan dengan enzim dipelajari dalam enzimologi. Dalam dunia
pendidikan tinggi, enzimologi tidak dipelajari tersendiri sebagai satu jurusan
tersendiri tetapi sejumlah program studi memberikan mata kuliah ini. Enzimologi
terutama dipelajari dalam kedokteran,
ilmu pangan, teknologi
pengolahan pangan, dan cabang-cabang ilmu pertanian.
Kerja
enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu, keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim
memerlukan suhu dan pH (tingkat
keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami
perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang
sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini
akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga
dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul
yang menurunkan aktivitas enzim, sedangkan aktivator adalah yang
meningkatkan aktivitas enzim. Banyak obat
dan racun adalah inihibitor
enzim.
Etimologi dan Sejarah
Pada
akhir tahun 1700-an dan awal tahun 1800-an, pencernaan daging oleh sekresi perut[3] dan konversi pati menjadi gula oleh ekstrak tumbuhan dan ludah telah diketahui. Namun,
mekanisme bagaimana hal ini terjadi belum diidentifikasi.[4]
Pada
abad ke-19, ketika mengkaji fermentasi gula menjadi alkohol oleh ragi,
Louis Pasteur
menyimpulkan bahwa fermentasi ini dikatalisasi oleh gaya dorong vital yang
terdapat dalam sel ragi, disebut sebagai "ferment", dan
diperkirakan hanya berfungsi dalam tubuh organisme hidup. Ia menulis bahwa
"fermentasi alkoholik adalah peristiwa yang berhubungan dengan kehidupan
dan organisasi sel ragi, dan bukannya kematian ataupun putrefaksi sel
tersebut."[5]
Pada
tahun 1878, ahli fisiologi Jerman Wilhelm Kühne (1837–1900)
pertama kali menggunakan istilah "enzyme", yang berasal dari bahasa Yunani ενζυμον
yang berarti "dalam bahan pengembang" (ragi), untuk menjelaskan
proses ini. Kata "enzyme" kemudian digunakan untuk merujuk
pada zat mati seperti pepsin, dan kata ferment
digunakan untuk merujuk pada aktivitas kimiawi yang dihasilkan oleh organisme
hidup.
Pada
tahun 1897, Eduard
Buchner memulai kajiannya mengenai kemampuan ekstrak ragi untuk
memfermentasi gula walaupun ia tidak terdapat pada sel ragi yang hidup. Pada
sederet eksperimen di Universitas Berlin, ia menemukan bahwa gula
difermentasi bahkan apabila sel ragi tidak terdapat pada campuran.[6] Ia menamai enzim yang
memfermentasi sukrosa sebagai "zymase" (zimase).[7] Pada tahun 1907, ia
menerima penghargaan
Nobel dalam bidang kimia
"atas riset biokimia dan penemuan fermentasi tanpa sel yang
dilakukannya". Mengikuti praktek Buchner, enzim biasanya dinamai sesuai
dengan reaksi yang dikatalisasi oleh enzim tersebut. Umumnya, untuk mendapatkan
nama sebuah enzim, akhiran -ase ditambahkan pada nama substrat enzim tersebut
(contohnya: laktase, merupakan enzim yang
mengurai laktosa) ataupun
pada jenis reaksi yang dikatalisasi (contoh: DNA polimerase
yang menghasilkan polimer DNA).
Penemuan
bahwa enzim dapat bekerja diluar sel hidup mendorong penelitian pada
sifat-sifat biokimia enzim tersebut. Banyak peneliti awal menemukan bahwa
aktivitas enzim diasosiasikan dengan protein, namun beberapa ilmuwan seperti Richard
Willstätter berargumen bahwa proten hanyalah bertindak sebagai pembawa
enzim dan protein sendiri tidak dapat melakukan katalisis. Namun, pada tahun
1926, James B.
Sumner berhasil mengkristalisasi enzim urease dan menunjukkan bahwa ia
merupakan protein murni. Kesimpulannya adalah bahwa protein murni dapat berupa
enzim dan hal ini secara tuntas dibuktikan oleh Northrop
dan Stanley yang meneliti enzim pencernaan
pepsin (1930), tripsin, dan kimotripsin. Ketiga ilmuwan ini meraih penghargaan
Nobel tahun 1946 pada bidang kimia.[8]
Penemuan
bahwa enzim dapat dikristalisasi pada akhirnya mengijinkan struktur enzim
ditentukan melalui kristalografi sinar-X.
Metode ini pertama kali diterapkan pada lisozim, enzim yang ditemukan pada
air mata, air ludah, dan telur putih, yang mencerna lapisan pelindung beberapa
bakteri. Struktur enzim ini dipecahkan oleh sekelompok ilmuwan yang diketuai
oleh David Chilton Phillips
dan dipublikasikan pada tahun 1965.[9] Struktur lisozim dalam
resolusi tinggi ini menandai dimulainya bidang biologi struktural dan
usaha untuk memahami bagaimana enzim bekerja pada tingkat atom.
Konvensi
penamaan
Nama
enzim sering kali diturunkan dari nama substrat ataupun reaksi kimia yang ia
kataliskan dengan akhiran -ase. Contohnya adalah laktase, alkohol dehidrogenase
(mengatalisis penghilangan hidrogen dari alkohol), dan DNA polimerase.
4 .Liase: memutuskan berbagai
ikatan kimia selain melalui hidrolisis dan oksidasi
Struktur
dan mekanisme
Enzim
umumnya merupakan protein globular dan
ukurannya berkisar dari hanya 62 asam amino pada monomer 4-oksalokrotonat
tautomerase[10],
sampai dengan lebih dari 2.500 residu pada asam lemak sintase.[11] Terdapat pula sejumlah
kecil katalis RNA, dengan yang paling umum merupakan ribosom; Jenis enzim ini
dirujuk sebagai RNA-enzim ataupun ribozim. Aktivitas enzim
ditentukan oleh struktur tiga dimensinya (struktur kuaterner).[12] Walaupun struktur enzim
menentukan fungsinya, prediksi aktivitas enzim baru yang hanya dilihat dari
strukturnya adalah hal yang sangat sulit.[13]
Kebanyakan
enzim berukuran lebih besar daripada substratnya, tetapi hanya sebagian kecil
asam amino enzim (sekitar 3–4 asam amino) yang secara langsung terlibat dalam
katalisis.[14]
Daerah yang mengandung residu katalitik yang akan mengikat substrat dan
kemudian menjalani reaksi ini dikenal sebagai tapak aktif. Enzim juga dapat
mengandung tapak yang mengikat kofaktor yang diperlukan untuk
katalisis. Beberapa enzim juga memiliki tapak ikat untuk molekul kecil, yang
sering kali merupakan produk langsung ataupun tak langsung dari reaksi yang
dikatalisasi. Pengikatan ini dapat meningkatkan ataupun menurunkan aktivitas
enzim. Dengan demikian ia berfungsi sebagai regulasi umpan balik.
Sama
seperti protein-protein lainnya, enzim merupakan rantai asam amino yang melipat. Tiap-tiap
urutan asam amino menghasilkan struktur pelipatan dan sifat-sifat kimiawi yang
khas. Rantai protein tunggal kadang-kadang dapat berkumpul bersama dan
membentuk kompleks protein.
Kebanyakan enzim dapat mengalami denaturasi (yakni terbuka dari
lipatannya dan menjadi tidak aktif) oleh pemanasan ataupun denaturan kimiawi.
Tergantung pada jenis-jenis enzim, denaturasi dapat bersifat reversibel maupun
ireversibel.
Kespesifikan
Beberapa
enzim yang menunjukkan akurasi dan kespesifikan tertinggi terlibat dalam
pengkopian dan pengekspresian
genom. Enzim-enzim ini memiliki
mekanisme "sistem pengecekan ulang". Enzim seperti DNA polimerase
mengatalisasi reaksi pada langkah pertama dan mengecek apakah produk reaksinya
benar pada langkah kedua.[16]
Proses dwi-langkah ini menurunkan laju kesalahan dengan 1 kesalahan untuk
setiap 100 juta reaksi pada polimerase mamalia.[17]
Mekanisme yang sama juga dapat ditemukan pada RNA polimerase,[18] aminoasil tRNA
sintetase[19]
dan ribosom.[20]
Beberapa
enzim yang menghasilkan metabolit sekunder
dikatakan sebagai "tidak pilih-pilih", yakni bahwa ia dapat bekerja
pada berbagai jenis substrat yang berbeda-beda. Diajukan bahwa kespesifikan
substrat yang sangat luas ini sangat penting terhadap evolusi lintasan
biosintetik yang baru.[21]
Model "kunci dan
gembok"
Enzim
sangatlah spesifik. Pada tahun 1894, Emil
Fischer mengajukan bahwa hal ini dikarenakan baik enzim dan substrat
memiliki bentuk geometri yang saling memenuhi.[22] Hal ini sering dirujuk
sebagai model "Kunci dan Gembok". Manakala model ini menjelaskan
kespesifikan enzim, ia gagal dalam menjelaskan stabilisasi keadaan transisi
yang dicapai oleh enzim. Model ini telah dibuktikan tidak akurat, dan model
ketepatan induksilah yang sekarang paling banyak diterima.
Model ketepatan induksi
Pada
tahun 1958, Daniel Koshland
mengajukan modifikasi model kunci dan gembok: oleh karena enzim memiliki
struktur yang fleksibel, tapak aktif secara terus menerus berubah bentuknya
sesuai dengan interaksi antara enzim dan substrat.[23] Akibatnya, substrat
tidak berikatan dengan tapak aktif yang kaku. Orientasi rantai samping asam amino
berubah sesuai dengan substrat dan mengijinkan enzim untuk menjalankan fungsi
katalitiknya. Pada beberapa kasus, misalnya glikosidase, molekul substrat juga
berubah sedikit ketika ia memasuki tapak aktif.[24] Tapak aktif akan terus
berubah bentuknya sampai substrat terikat secara sepenuhnya, yang mana bentuk
akhir dan muatan enzim ditentukan.[25]
Mekanisme
Enzim
dapat bekerja dengan beberapa cara, yang kesemuaannya menurunkan ΔG‡:[26]
- Menurunkan energi
aktivasi dengan menciptakan suatu lingkungan yang mana keadaan
transisi terstabilisasi (contohnya mengubah bentuk substrat menjadi
konformasi keadaan transisi ketika ia terikat dengan enzim.)
- Menurunkan energi keadaan
transisi tanpa mengubah bentuk substrat dengan menciptakan lingkungan yang
memiliki distribusi muatan yang berlawanan dengan keadaan transisi.
- Menyediakan lintasan reaksi
alternatif. Contohnya bereaksi dengan substrat sementara waktu untuk
membentuk kompleks Enzim-Substrat antara.
- Menurunkan perubahan entropi
reaksi dengan menggiring substrat bersama pada orientasi yang tepat untuk
bereaksi. Menariknya, efek entropi ini melibatkan destabilisasi keadaan
dasar,[27] dan
kontribusinya terhadap katalis relatif kecil.[28]
Stabilisasi keadaan
transisi
Pemahaman
asal usul penurunan ΔG‡ memerlukan pengetahuan bagaimana enzim dapat
menghasilkan keadaan transisi reaksi yang lebih stabil dibandingkan dengan
stabilitas keadaan transisi reaksi tanpa katalis. Cara yang paling efektif
untuk mencapai stabilisasi yang besar adalah menggunakan efek elektrostatik,
terutama pada lingkungan yang relatif polar yang diorientasikan ke distribusi
muatan keadaan transisi.[29]
Lingkungan seperti ini tidak ada dapat ditemukan pada reaksi tanpa katalis di
air.
Dinamika dan fungsi
Dinamika
internal enzim berhubungan dengan mekanisme katalis enzim tersebut.[30][31][32] Dinamika internal enzim
adalah pergerakan bahagian struktur enzim, misalnya residu asam amino tunggal,
sekelompok asam amino, ataupun bahwa keseluruhan domain protein. Pergerakan
ini terjadi pada skala waktu yang bervariasi, berkisar dari beberapa femtodetik
sampai dengan beberapa detik. Jaringan residu protein di seluruh struktur enzim
dapat berkontribusi terhadap katalisis melalui gerak dinamik.[33][34][35][36] Gerakan protein sangat
vital, namun apakah vibrasi yang cepat atau lambat maupun pergerakan konformasi
yang besar atau kecil yang lebih penting bergantung pada tipe reaksi yang
terlibat. Namun, walaupun gerak ini sangat penting dalam hal pengikatan dan
pelepasan substrat dan produk, adalah tidak jelas jika gerak ini membantu
mempercepat langkah-langkah reaksi reaksi enzimatik ini.[37] Penyingkapan ini juga
memiliki implikasi yang luas dalam pemahaman efek alosterik dan pengembangan
obat baru.
Modulasi alosterik
Enzim
alosterik mengubah strukturnya
sesuai dengan efektornya. Modulasi ini dapat
terjadi secara langsung, di mana efektor mengikat tapak ikat enzim secara
lngsung, ataupun secara tidak langsung, di mana efektor mengikat protein atau subunit protein lain yang
berinteraksi dengan enzim alosterik, sehingga mempengaruhi aktivitas
katalitiknya.
Kofaktor
dan koenzim
Kofaktor
Beberapa
enzim tidak memerlukan komponen tambahan untuk mencapai aktivitas penuhnya.
Namun beberapa memerlukan pula molekul non-protein yang disebut kofaktor untuk
berikatan dengan enzim dan menjadi aktif.[38] Kofaktor
dapat berupa zat anorganik
(contohnya ion logam) ataupun zat organik (contohnya flavin dan heme). Kofaktor dapat berupa gugus
prostetik yang mengikat dengan kuat, ataupun koenzim, yang akan melepaskan
diri dari tapak aktif enzim semasa reaksi.
Enzim
yang memerlukan kofaktor namun tidak terdapat kofaktor yang terikat dengannya
disebut sebagai apoenzim ataupun apoprotein. Apoenzim beserta
dengan kofaktornya disebut holoenzim (bentuk aktif). Kebanyakan kofaktor
tidak terikat secara kovalen dengan enzim, tetapi terikat dengan kuat. Namun,
gugus prostetik organik dapat pula terikat secara kovalen (contohnya tiamina pirofosfat pada
enzim piruvat dehidrogenase).
Istilah holoenzim juga dapat digunakan untuk merujuk pada enzim yang
mengandung subunit protein berganda, seperti DNA polimerase.
Pada kasus ini, holoenzim adalah kompleks lengkap yang mengandung seluruh
subunit yang diperlukan agar menjadi aktif.
Contoh
enzim yang mengandung kofaktor adalah karbonat anhidrase,
dengan kofaktor seng terikat sebagai
bagian dari tapak aktifnya.[39]
Koenzim
Model
pengisian ruang koenzim NADH
Oleh
karena koenzim secara kimiawi berubah oleh aksi enzim, adalah dapat dikatakan
koenzim merupakan substrat yang khusus, ataupun substrat sekunder. Sebagai
contoh, sekitar 700 enzim diketahui menggunakan koenzim NADH.[42]
Regenerasi
serta pemeliharaan konsentrasi koenzim terjadi dalam sel. Contohnya, NADPH
diregenerasi melalui lintasan pentosa fosfat, dan S-adenosilmetionina
melalui metionina adenosiltransferase.
Termodinamika
Tahapan-tahapan
energi pada reaksi
kimia. Substrat memerlukan energi yang banyak untuk mencapai keadaan
transisi, yang akan kemudian berubah menjadi produk. Enzim menstabilisasi
keadaan transisi, menurunkan energi yang diperlukan untuk menjadi produk.
Sebagai
katalis, enzim tidak mengubah posisi kesetimbangan reaksi kimia. Biasanya
reaksi akan berjalan ke arah yang sama dengan reaksi tanpa katalis.
Perbedaannya adalah, reaksi enzimatik berjalan lebih cepat. Namun, tanpa
keberadaan enzim, reaksi samping yang memungkinkan dapat terjadi dan
menghasilkan produk yang berbeda.
Lebih
lanjut, enzim dapat menggabungkan dua atau lebih reaksi, sehingga reaksi yang
difavoritkan secara termodinamik dapat digunakan untuk mendorong reaksi yang
tidak difavoritkan secara termodinamik. Sebagai contoh, hidrolsis ATP
sering kali menggunakan reaksi kimia lainnya untuk mendorong reaksi.
Enzim
mengatalisasi reaksi maju dan balik secara seimbang. Enzim tidak mengubah
kesetimbangan reaksi itu sendiri, namun hanya mempercepat reaksi saja. Sebagai
contoh, karbonat anhidrase
mengatalisasi reaksinya ke dua arah bergantung pada konsentrasi reaktan.
(dalam jaringan tubuh; konsentrasi CO2
yang tinggi)
(pada paru-paru; konsentrasi CO2 yang rendah)
Walaupun
demikian, jika kesetimbangan tersebut sangat memfavoritkan satu arah reaksi,
yakni reaksi yang sangat eksergonik, reaksi itu akan
menjadi ireversible. Pada kondisi demikian, enzim akan hanya mengatalisasi
reaksi yang diijinkan secara termodinamik
Kinetika
Mekanisme
reaksi enzimatik untuk sebuah subtrat tunggal. Enzim (E) mengikat substrat (S)
dan menghasilkan produk (P).
Kinetika
enzim menginvestigasi bagaimana enzim mengikat substrat dengan mengubahnya
menjadi produk. Data laju yang digunakan dalam analisa kinetika didapatkan dari
asai enzim.
Pada
tahun 1902, Victor Henri[43]
mengajukan suatu teori kinetika enzim yang kuantitatif, namun data
eksperimennya tidak berguna karena perhatian pada konsentrasi ion hidrogen pada
saat itu masih belum dititikberatkan. Setelah Peter Lauritz Sørensen
menentukan skala pH logaritmik dan memperkenalkan konsep penyanggaan (buffering)
pada tahun 1909[44],
kimiawan Jerman Leonor Michaelis dan
murid bimbingan pascadokotoralnya yang berasal dari Kanada, Maud Leonora Menten,
mengulangi eksperimen Henri dan mengkonfirmasi persamaan Henri. Persamaan ini
kemudian dikenal dengan nama Kinetika
Henri-Michaelis-Menten (kadang-kadang juga hanya disebut kinetika
Michaelis-Menten).[45]
Hasil kerja mereka kemudian dikembangkan lebih jauh oleh G. E. Briggs dan J. B. S. Haldane.
Penurunan persamaan kinetika yang diturunkan mereka masih digunakan secara
meluas sampai sekarang .[46]
Salah
satu kontribusi utama Henri pada kinetika enzim adalah memandang reaksi enzim
sebagai dua tahapan. Pada tahap pertama, subtrat terikat ke enzim secara
reversible, membentuk kompleks enzim-substrat. Kompleks ini kadang-kadang
disebut sebagai kompleks Michaelis. Enzim kemudian mengatalisasi reaksi kimia
dan melepaskan produk.
Kurva
kejenuhan suatu reaksi enzim yang menunjukkan relasi antara konsentrasi
substrat (S) dengan kelajuan (v).
Enzim
dapat mengatalisasi reaksi dengan kelajuan mencapai jutaan reaksi per detik.
Sebagai contoh, tanpa keberadaan enzim, reaksi yang dikatalisasi oleh enzim orotidina
5'-fosfat dekarboksilase akan memerlukan waktu 78 juta tahun untuk mengubah
50% substrat menjadi produk. Namun, apabila enzim tersebut ditambahkan, proses
ini hanya memerlukan waktu 25 milidetik.[47] Laju reaksi bergantung
pada kondisi larutan dan konsentrasi substrat. Kondisi-kondisi yang menyebabkan
denaturasi protein seperti temperatur tinggi, konsentrasi garam yang tinggi,
dan nilai pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menghilangkan
aktivitas enzim. Sedangkan peningkatan konsentrasi substrat cenderung
meningkatkan aktivitasnya. Untuk menentukan kelajuan maksimum suatu reaksi
enzimatik, konsentrasi substrat ditingkatkan sampai laju pembentukan produk
yang terpantau menjadi konstan. Hal ini ditunjukkan oleh kurva kejenuhan di
samping. Kejenuhan terjadi karena seiring dengan meningkatnya konsentrasi
substrat, semakin banyak enzim bebas yang diubah menjadi kompleks
substrate-enzim ES. Pada kelajuan yang maksimum (Vmax), semua
tapak aktif enzim akan berikatan dengan substrat, dan jumlah kompleks ES adalah
sama dengan jumlah total enzim yang ada. Namun, Vmax hanyalah
salah satu konstanta kinetika enzim. Jumlah substrat yang diperlukan untuk
mencapai nilai kelajuan reaksi tertentu jugalah penting. Hal ini diekspresikan
oleh konstanta
Michaelis-Menten (Km), yang merupakan konsentrasi
substrat yang diperlukan oleh suatu enzim untuk mencapai setengah kelajuan
maksimumnya. Setiap enzim memiliki nilai Km yang berbeda-beda
untuk suatu subtrat, dan ini dapat menunjukkan seberapa kuatnya pengikatan
substrat ke enzim. Konstanta lainnya yang juga berguna adalah kcat,
yang merupakan jumlah molekul substrat yang dapat ditangani oleh satu tapak
aktif per detik.
Efisiensi
suatu enzim diekspresikan oleh kcat/Km. Ia
juga disebut sebagai konstanta kespesifikan dan memasukkan tetapan kelajuan semua
langkah reaksi. Karena konstanta kespesifikan mencermikan kemampuan katalitik
dan afinitas, ia dapat digunakan untuk membandingkan enzim yang satu dengan
enzim yang lain, ataupun enzim yang sama dengan substrat yang berbeda.
Konstanta kespesifikan maksimum teoritis disebut limit difusi dan nilainya
sekitar 108 sampai 109 (M-1 s-1).
Pada titik ini, setiap penumbukkan enzim dengan substratnya akan menyebabkan
katalisis, dan laju pembentukan produk tidak dibatasi oleh laju reaksi,
melainkan oleh laju difusi. Enzim dengan sifat demikian disebut secara
katalitik sempurna ataupun secara kinetika sempurna. Contoh enzim
yang memiliki sifat seperti ini adalah karbonat anhidrase, asetilkolinesterase, katalase, fumarase, β-laktamase,
dan superoksida dismutase.
Kinetika
Michaelis-Menten bergantung pada hukum aksi massa, yang
diturunkan berdasarkan asumsi difusi
bebas dan pertumbukan acak yang didorong secara termodinamik. Namun, banyak
proses-proses biokimia dan selular yang menyimpang dari kondisi ideal ini,
disebabkan oleh kesesakan makromolekuler (macromolecular crowding),
perpisahan fase enzim/substrat/produk, dan pergerakan molekul secara satu atau
dua dimensi.[48]
Pada situasi seperti ini, kinetika
Michaelis-Menten fraktal
dapat diterapkan.[49][50][51][52]
Beberapa
enzim beroperasi dengan kinetika yang lebih cepat daripada laju difusi. Hal ini
tampaknya sangat tidak mungkin. Beberapa mekanisme telah diajukan untuk
menjelaskan fenomena ini. Beberapa protein dipercayai mempercepat katalisis
dengan menarik substratnya dan melakukan pra-orientasi substrat menggunakan
medan listrik dipolar. Model lainnya menggunakan penjelasan penerowongan
kuantum mekanika, walaupun penjelasan ini masih kontroversial.[53][54] Penerowongan kuantum
untuk proton telah terpantau pada triptamina.[55]
Inhibisi
Inhibitor
kompetitif mengikat enzim secara reversibel, menghalangi pengikatan substrat.
Di lain pihak, pengikatn substrat juga menghalangi pengikatan inhibitor.
Substrat dan inhibitor berkompetisi satu sama lainnya.
Laju
reaksi enzim dapat diturunkan menggunakan berbagai jenis inhibitor enzim.
Inhibisi
kompetitif
Pada
inihibisi kompetitif, inhibitor dan substrat berkompetisi untuk berikatan
dengan enzim. Seringkali inhibitor kompetitif memiliki struktur yang sangat
mirip dengan substrat asli enzim. Sebagai contoh, metotreksat adalah inihibitor
kompetitif untuk enzim dihidrofolat reduktase.
Kemiripan antara struktur asam folat dengan obat ini ditunjukkan oleh gambar di
samping bawah. Perhatikan bahwa pengikatan inhibitor tidaklah perlu terjadi
pada tapak pengikatan substrat apabila pengikatan inihibitor mengubah
konformasi enzim, sehingga menghalangi pengikatan substrat. Pada inhibisi
kompetitif, kelajuan maksimal reaksi tidak berubah, namun memerlukan
konsentrasi substrat yang lebih tinggi untuk mencapai kelajuan maksimal
tersebut, sehingga meningkatkan Km.
Inhibisi
tak kompetitif
Pada
inhibisi tak kompetitif, inhibitor tidak dapat berikatan dengan enzim bebas,
namun hanya dapat dengan komples ES. Kompleks EIS yang terbentuk kemudian
menjadi tidak aktif. Jenis inhibisi ini sangat jarang, namun dapat terjadi pada
enzim-enzim multimerik.
Inhibisi
non-kompetitif
Inhibitor
non-kompetitif dapat mengikat enzim pada saat yang sama substrat berikatan
dengan enzim. Baik kompleks EI dan EIS tidak aktif. Karena inhibitor tidak
dapat dilawan dengan peningkatan konsentrasi substrat, Vmax reaksi
berubah. Namun, karena substrat masih dapat mengikat enzim, Km
tetaplah sama.
Inhibisi
campuran
Inhibisis
jenis ini mirip dengan inhibisi non-kompetitif, kecuali kompleks EIS memiliki
aktivitas enzimatik residual.
Pada
banyak organisme, inhibitor dapat merupakan bagian dari mekanisme umpan balik. Jika
enzim memproduksi terlalu banyak produk, produk tersebut dapat berperan sebagai
inhibitor bagi enzim tersebut. Hal ini akan menyebabkan produksi produk
melambat atau berhenti. Bentuk umpan balik ini adalah umpan balik negatif.
Enzim memiliki bentuk regulasi seperti ini sering kali multimerik dan mempunyai
tapak ikat alosterik. Kurva substrat/kelajuan enzim ini tidak berbentuk
hiperbola melainkan berbentuk S.
Koenzim
asam folat (kiri) dan obat anti kanker metotreksat (kanan) memiliki struktur
yang sangat mirip. Oleh sebab itu, metotreksat adalah inhibitor kompetitif bagi
enzim yang menggunukan folat.
Inhibitor
ireversibel bereaksi dengan enzim dan membentuk aduk dengan protein. Inaktivasi
ini bersifat ireversible. Inhibitor seperti ini contohnya efloritina, obat yang digunakan
untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh protozoa African
trypanosomiasis.[57]
Penisilin dan Aspirin juga bekerja dengan
cara yang sama. Senyawa obat ini terikat pada tapak aktif, dan enzim kemudian
mengubah inhibitor menjadi bentuk aktif yang bereaksi secara ireversibel dengan
satu atau lebih residu asam amino.
Kegunaan
inhibitor
Oleh
karena inhibitor menghambat fungsi enzim, inhibitor sering digunakan sebagai
obat. Contohnya adalah inhibitor yang digunakan sebagai obat aspirin. Aspirin menginhibisi
enzim COX-1 dan COX-2 yang memproduksi
pembawa pesan peradangan prostaglandin, sehingga ia dapat menekan peradangan dan
rasa sakit. Namun, banyak pula inhibitor enzim lainnya yang beracun. Sebagai
contohnya, sianida yang
merupakan inhibitor enzim ireversibel, akan bergabung dengan tembaga dan besi
pada tapak aktif enzim sitokrom c oksidase
dan memblok pernafasan sel.[58]
Fungsi biologis
Enzim
lusiferase pada kunang-kunang
memiliki kofaktor lusiferin (kuning-hijau) yang dapat memancarkan cahaya.
Salah
satu fungsi penting enzim adalah pada sistem pencernaan hewan. Enzim seperti amilase dan protease memecah molekul yang
besar (seperti pati dan protein) menjadi molekul yang
kecil, sehingga dapat diserap oleh usus. Molekul pati, sebagai contohnya,
terlalu besar untuk diserap oleh usus, namun enzim akan menghidrolisis rantai
pati menjadi molekul kecil seperti maltosa, yang akan dihidrolisis
lebih jauh menjadi glukosa,
sehingga dapat diserap. Enzim-enzim yang berbeda, mencerna zat-zat makanan yang
berbeda pula. Pada hewan pemamah biak, mikroorganisme dalam perut
hewan tersebut menghasilkan enzim selulase yang dapat mengurai sel dinding selulosa tanaman.[62]
Beberapa
enzim dapat bekerja bersama dalam urutan tertentu, dan menghasilan lintasan
metabolisme. Dalam lintasan metabolisme, satu enzim akan membawa produk
enzim lainnya sebagai substrat. Setelah reaksi katalitik terjadi, produk
kemudian dihantarkan ke enzim lainnya. Kadang-kadang lebih dari satu enzim
dapat mengatalisasi reaksi yang sama secara bersamaan.
Enzim
menentukan langkah-langkah apa saja yang terjadi dalam lintasan metabolisme
ini. Tanpa enzim, metabolisme tidak akan berjalan melalui langkah yang teratur
ataupun tidak akan berjalan dengan cukup cepat untuk memenuhi kebutuhan sel.
Dan sebenarnya, lintasan metabolisme seperti glikolisis tidak akan dapat terjadi tanpa enzim. Glukosa,
contohnya, dapat bereaksi secara langsung dengan ATP, dan menjadi terfosforliasi pada
karbon-karbonnya secara acak. Tanpa keberadaan enzim, proses ini berjalan
dengan sangat lambat. Namun, jika heksokinase ditambahkan,
reaksi ini tetap berjalan, namun fosforilasi pada karbon 6 akan terjadi dengan
sangat cepat, sedemikiannya produk glukosa-6-fosfat
ditemukan sebagai produk utama. Oleh karena itu, jaringan lintasan metabolisme
dalam tiap-tiap sel bergantung pada kumpulan enzim fungsional yang terdapat
dalam sel tersebut.
Kontrol
aktivitas
Terdapat
lima cara utama aktivitas enzim dikontrol dalam sel.
- Produksi enzim (transkripsi dan translasi
gen enzim) dapat ditingkatkan atau diturunkan bergantung pada respon sel
terhadap perubahan lingkungan. Bentuk regulase gen ini disebut induksi dan
inhibisi enzim. Sebagai contohnya, bakteri dapat menjadi resistan
terhadap antibiotik seperti penisilin karena enzim yang disebut beta-laktamase
menginduksi hidrolisis cincin beta-laktam penisilin. Contoh lainnya adalah
enzim dalam hati yang disebut
sitokrom P450
oksidase yang penting dalam metabolisme obat.
Induksi atau inhibisi enzim ini dapat mengakibatkan interaksi obat.
- Enzim dapat dikompartemenkan,
dengan lintasan metabolisme yang berbeda-beda yang terjadi dalam kompartemen sel yang
berbeda. Sebagai contoh, asam lemak disintesis oleh sekelompok enzim dalam sitosol, retikulum
endoplasma, dan aparat golgi, dan
digunakan oleh sekelompok enzim lainnya sebagai sumber energi dalam mitokondria
melalui β-oksidasi.[63]
- Enzim dapat diregulasi oleh inhibitor dan
aktivator. Contohnya, produk akhir lintasan metabolisme seringkali
merupakan inhibitor enzim pertama yang terlibat dalam lintasan
metabolisme, sehingga ia dapat meregulasi jumlah produk akhir lintasan
metabolisme tersebut. Mekanisme regulasi seperti ini disebut umpan balik
negatif karena jumlah produk akhir diatur oleh konsentrasi produk itu
sendiri. Mekanisme umpan balik negatif dapat secara efektif mengatur laju
sintesis zat antara metabolit tergantung pada kebutuhan sel. Hal ini
membantu alokasi bahan zat dan energi secara ekonomis dan menghindari
pembuatan produk akhir yang berlebihan. Kontrol aksi enzimatik membantu
menjaga homeostasis
organisme hidup.
- Enzim dapat diregulasi melalui modifikasi
pasca-translasional. Ia dapat meliputi fosforilasi, miristoilasi,
dan glikosilasi. Contohnya,
sebagai respon terhadap insulin,
fosforilasi banyak enzim termasuk glikogen sintase
membantu mengontrol sintesis ataupun degradasi glikogen dan mengijinkan
sel merespon terhadap perubahan kadar gula dalam darah.[64] Contoh lain
modifikasi pasca-translasional adalah pembelahan rantai polipeptida. Kimotripsin yang
merupakan protease pencernaan
diproduksi dalam keadaan tidak aktif sebagai kimotripsinogen di pankreas. Ia kemudian
ditranspor ke dalam perut di mana ia diaktivasi. Hal ini menghalangi enzim
mencerna pankreas dan jaringan lainnya sebelum ia memasuki perut. Jenis
prekursor tak aktif ini dikenal sebagai zimogen.
- Beberapa enzim dapat menjadi aktif
ketika berada pada lingkungan yang berbeda. Contohnya, hemaglutinin
pada virus influenza
menjadi aktif dikarenakan kondisi asam lingkungan. Hal ini terjadi ketika
virus terbawa ke dalam sel inang dan memasuki lisosom.[65]
Keterlibatan dalam penyakit
Oleh
karena kontrol aktivitas enzim yang ketat diperlukan untuk menjaga homeostasis, malafungsi
(mutasi, kelebihan produksi, kekurangan produksi ataupun delesi) enzim tunggal
yang penting dapat menyebabkan penyakit genetik. Pentingnya enzim ditunjukkan
oleh fakta bahwa penyakit-penyakit mematikan dapat disebabkan oleh hanya mala
fungsi satu enzim dari ribuan enzim yang ada dalam tubuh kita.
Contoh
lainnya adalah mutasi silsilah nutfah (germline mutation) pada gen yang
mengkode enzim reparasi
DNA. Ia dapat menyebakan sindrom penyakit kanker keturunan seperti xeroderma
pigmentosum. Kerusakan ada enzim ini dapat menyebabkan kanker karena
kemampuan tubuh memperbaiki mutasi pada genom menjadi berkurang. Hal ini
menyebabkan akumulasi mutasi dan mengakibatkan berkembangnya berbagai jenis
kanker pada penderita.